Batu Unini Melilit Dan Menelan Seorang Perempuan

Batu basamtasa atau yang biasa disebut dengan batu unini terletak di Desa Unini, Kecamatan Insana Barat, Kabupaten Timor tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Kata basamtasa diambil dari wujud batu tersebut, yang mana menurut bahasa dawan (basam: dada dan tasa: merah ), jadi basamtasa  dalam bahasa Indonesia artinya adalah dada merah.

SEJARAH

Asal mula batu besar ini yang menyerupai sebuah bukit, menurut cerita sejarah dari leluhur yang turun temurun hingga pada saat ini adalah mula-mula batu tersebut adalah sebuah kapal yang mana kapal tersebut menurut bahasa dawan adalah "Mnao Keso" yang artinya adalah (kapal jantan ). Kapal jantan ini mempunyai seorang teman yang namanya adalah "Mnao Ainaf "  yang artinya adalah (kapal betina), dan terletak di sebuah kampung yang bernama faot kopa.

Mula-mula ada seorang bapak bernama Abraham membuat kapal tersebut dari bambu, karena pada saat itu ada bencana air bah yang menyelimuti semua perumahan. Abraham membuat kapal tersebut sehingga ia dapat menyelamatkan keluarganya dari bencana air bah. 

Pada saat kapal tersebut mulai berlayar dari arah bagian timur, ia lalu terus berjalan-jalan hingga tiba di tempat tersebut dan pada saat itu matahari mulai terbit dan air bah pun mulai surut dan akhirnya mengering. 

Sekian lamanya kapal tersebut menetap pada tempat itu, dan pada akhirnya kapal itu perlahan-lahan mulai berubah menjadi batu yang sangat besar.

Yang pertama kali menduduki batu ini adalah seorang Raja yang bernama "Raja Tkesnai". Raja Tkesnai  bersama dengan para atoen amafnya  yaitu :  Nape, Lano, Ko'o, Hala, Kobo, dan Asmau. Pada saat itu mereka sedang bersiap-siap untuk berangkat dari batu tersebut menuju ke Belu. 

Setelah mereka selesai bersiap-siap dan ingin berangkat, tiba-tiba saja putri dari Raja Tkesnai menghilang. Lalu mereka mulai berpencar untuk mencarinya, dan ternyata di situ ada sebuah batu besar yang telah melilit dan menelan seorang perempuan yang bernama " Bano Tkesnai " yang merupakan putri dari Raja Tkesnai yang hilang.

Jadi batu tersebut dinamakan unine karena ia melilit atau menelan seorang perempuan yang bernama " Bano Tkesnai " yang ada di dalamnya sehingga dinamakan batu unini.

Pada saat itu batu tersebut sudah menelan seluruh tubuh Bano Tkesnai, dan yang tersisa hanyalah tangannya yang bagian kiri bersama dengan cincin yang ada di jarinya, dan perhiasan yang ada di tangannya. 

Karena ia tidak bisa diselamatkan lagi dari dalam batu tersebut, maka tanpa berpikir panjang Raja Tkesnai langsung memotong tangan putrinya lengkap bersama dengan perhiasan yang ada di tangannya. 

Pada saat Raja Tkesnai memotong tangan putrinya, tiba-tiba darah tersebut meluncur keluar dan mengenai batu tersebut, sehingga batu yang awalnya berwarna putih kini seketika berubah menjadi warna merah, karena percikan darah dari perempuan tersebut. 

Jika para tua tua adat bersama dengan masyarakat setempat ingin naik dan berdoa di atas batu unini mereka selalu menyebutkan nama "Abraham". 

Sejarah ini sudah diturunkan oleh para leluhur hingga pada saat ini. Mereka selalu menyebutkan nama Abraham karena awal mula kapal tersebut yang telah berubah menjadi batu adalah milik Abraham. 

Mereka percaya bahwa Abraham merupakan Bapak dari segala bangsa. Jadi pada saat berdoa mereka tidak pernah lupa untuk menyebut kata " Sea none El none Kentam Abraham ".

Pada saat berdoa tua-tua adat juga tidak lupa menyebutkan kata  “Unini Matauhene Faugoema Faot kopa ". Batu unini ini mempunyai istri yang bernama  "Matauhene", jadi jika berdoa unini dan matahu ini tidak bisa dipisahkan karena Unini adalah suaminya dan Matauhene adalah istrinya. 

Di dalam batu unini ada terdapat berbagai macam peninggalan-peninggalan dari para leluhur yaitu alun-alun, lesung dan juga ada sebuah tiang yang terdapat di dalamnya yang pada istilah dahulu disebut dengan" Oloan " yang dulu digunakan oleh para leluhur untuk menjemur benang. 

Pada zaman dahulu batu unime ini digunakan oleh masyarakat setempat sebagai tempat perlindungan dan tempat persembunyian mereka dari berbagai penjajahan dan musuh-musuh.

Jika berada dari atas bukit batu ini kita dapat bisa melihat berbagai pemandangan yang sangat bagus dan dapat menikmati keindahan alam dari ketinggian bukit tersebut. Oleh karena itu mari kita sama-sama menjaga dan merawat warisan budaya leluhur kita agar tidak punah begitu saja.

Sumber: Bapak Martinus Fanu (72), Kuanek, Insana Barat-TTU

Pewawancara: Melania Banu, Insana Barat

Editor: Thom Fallo


Post a Comment for "Batu Unini Melilit Dan Menelan Seorang Perempuan"