Cerita Pengalaman Guru TTU Di Daerah Terpencil Yang Serba Kekurangan
Komponen inti pendidikan itu adalah guru dan peserta didik yang terjadi dalam proses pembelajaran. Pembelajaran dapat berhasil apabila guru mampu mengembangkan diri secara profesional.
Banyak cara yang dapat dilakukan dalam mengembangkan diri menuju guru profesional yaitu, dengan terus meningkatkan kemampuan melalui pelatihan baik secara offline maupun online yang banyak diselenggarakan oleh institusi maupun organisasi yang berpengalaman di bidang pendidikan.
Lantas bagaimana dengan perkembangan kompetensi guru daerah terpencil yang minim akan sarana dan fasilitas internet? “Berbagi pengalaman dan praktik baik dalam mengajar adalah salah satu solusinya”.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan uraian di atas, bagaimana upaya guru daerah terpencil yang penuh keterbatasan dalam mewujudkan tujuan pendidikan? Inilah kisah ku, guru pelosok daerah 3T dalam “Menjawab Panggilan Jiwa”.
Hallo sobat pendidik dan inovatif, semoga semuanya dalam keadaan ceria.
Dalam tulisan ini saya ingin berbagi kisah bersama bapak/ibu guru hebat di seluruh Indonesia tentang perjalanan saya dalam menjawab panggilan jiwa sebagai seorang guru di pelosok negeri.
Menjadi guru di daerah terpencil tidak sesulit apa yang kita bayangkan dan juga tidak semudah apa yang dikatakan orang. Saya, Roni Hariyanto Bhidju, S.Pd adalah seorang ASN yang terpanggil untuk melayani pendidikan bagi putra-putri bangsa di SD Negeri Fatubai, Desa Oehalo, Kecamatan Insana Tengah, Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Untuk lebih mengenal keberadaan SD Negeri Fatubai, sobat pendidik dan inovatif bisa menonton video pada link berikut ini yang dikemas dalam judul “Perjalanan Guru Di Daerah Terpencil”, bukankah pepatah dahulu mengatakan tak kenal maka tak sayang? Setelah menonton video, sekarang sobat pendidik dan inovatif bisa membayangkan bagaimana perjalanan saya menuju tempat tugas bukan?
Untuk sampai ke tempat tugas, setiap hari saya harus menempuh perjalanan kurang lebih 80 km (pergi-pulang) hal ini saya lakukan karena di unit satuan tidak memiliki mes atau tempat penginapan bagi guru. Untuk bekerja menjalankan tugas saya selalu mengendarai motor jenis titan (Zusuki) yang usianya sudah 14 tahun lebih.
Ada dua alternatif perjalanan yang bisa saya lalui untuk sampai ke lokasi kerja. Cara pertama adalah ketika musim hujan, saya melewati jalan tikus (jalan singkat) dengan menempuh setengah perjalanan menggunakan motor, 8 Km harus berjalan kaki melewati sungai, hutan, bukit dan lembah untuk sampai ke lokasi kerja.
Jika musim panas tiba saya sangat gembira karena saya bisa menempuh perjalanan menggunakan motor sampai ke sekolah meskipun badan sedikit terasa pegal karena jalanan yang curam dan berbatu (sangat berisiko jika dilalui ketika musim hujan).
Jalan yang terjal dan ekstrim, membuat saya tak bisa berseragam ketika berangkat ke sekolah. Pernah suatu hari, saya terjatuh yang menyebabkan seragam saya kotor dan sobek. Sekarang saya cenderung berpakaian bebas ke sekolah dan tiba di sekolah baru saya kenakan seragam. Saya sangat menikmati perjalanan dan tugas saya sebagai pendidik.
Bagi saya semua ini adalah kepercayaan dan karunia Tuhan bagi saya dalam mendidik anak-anak di daerah terpencil. Banyak hal yang saya lakukan agar dapat menjalankan tugas dengan penuh tanggung jawab dan suka cita, tiga diantaranya adalah:
1. Mencintai pekerjaan. Rasa cinta yang besar terhadap pekerjaan, mampu mengalahkan segala lelah dan sakit.
2. Berdamai dengan diri sendiri dan alam. Ketika kita dapat menerima segala kondisi dalam hidup, percaya tidak ada masalah tanpa adanya penyelesaian.
3. Rela berkorban. Ketika saya memahami kondisi motor saya yang tidak sesuai medan terjal, maka salah satu cara untuk menunjang pekerjaan dalam melaksanakan tugas, saya harus menyekolahkan (gadai) SK CPNS saya untuk membeli motor jenis traill, sehingga kini baik musim hujan ataupun panas saya bisa mengendarai motor ke lokasi kerja dan apabila hujan berkepanjangan, saya harus rela meninggalkan istri dan anak untuk tidur di lokasi kerja (di rumah peserta didik)
Selain kondisi alam dan medan tempuh, Rendahnya tingkat kehadiran peserta didik serta kemampuan membaca, menulis dan berhitung yang kurang menjadi faktor terpenting dan utama untuk diperhatikan dan sesegera mungkin untuk dicarikan solusi penyelesaiannya.
Hal yang dapat saya lakukan adalah komunikasi dan kolaborasi dengan berbagai pihak. Baik itu atasan langsung, rekan sejawat, komite dan orang tua murid serta membangun komunikasi yang harmonis dengan peserta didik .
Selain itu pemanfaatan lingkungan sebagai media pembelajaran menjadi motivasi tersendiri bagi peserta didik dengan menerapkan pembelajaran kontekstual membuat media pembelajaran dan memanfaatkannya dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan partisipasi siswa selama pembelajaran berlangsung
Sobat pendidik dan inovatif, untuk tulisan berbagi kisah tentang menjawab panggilan jiwa sampai disini dulu ya. Lain kesempatan kita dapat berjumpa kembali. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua dalam memajukan pendidikan di Indonesia. Akhir kata saya ucapkan terimakasih
Salam Pendidikan
Melalui Pendidikan Mari Kita Bangun Negeri Dari Pelosok
Penulis: Roni Hariyanto Bhidju, S.Pd (Guru SDN Fatubai, Kecamatan Insana Tengah, Kab. TTU-NTT)
Editor: Thom Fallo
Post a Comment for "Cerita Pengalaman Guru TTU Di Daerah Terpencil Yang Serba Kekurangan"