Peranan Utama Manusia Terhadap Alam

Setelah Tuhan menciptakan segala sesuatu, maka Tuhan berkata, semua baik, setelah disiapkan semua, maka diciptakan manusia. Manusia ditempatkan di taman, tempat yang indah, sejuk, dan sebagainya, manusia diberikan tugas untuk memelihara. Yang mencipta Tuhan, manusia menempati, menikmati, merawat saja. 

Namun setelah jatuh dalam dosa, manusia mengeksploitasi alam, tujuan Tuhan untuk manusia. Kerusakan lingkungan hidup di bumi semakin hari kian parah. Kondisi tersebut secara langsung telah mengancam kehidupan manusia. Tingkat kerusakan alam pun meningkatkan risiko bencana alam. 

Penyebab terjadinya kerusakan alam dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu akibat peristiwa alam dan akibat ulah manusia.

Kerusakan lingkungan hidup dapat diartikan sebagai proses deteriorasi atau penurunan mutu atau kemunduran lingkungan. Deteriorasi lingkungan ini ditandai dengan hilangnya sumber daya tanah, air, udara, punahnya flora dan fauna liar, dan kerusakan ekosistem yang marak terjadi oleh karena ulah manusia sendiri. 

Perlindungan lingkungan alam menjadi aspek baru dan integral dari isu perkembangan. Bila kita mencurahkan perhatian sewajarnya pada dimensi ekologisnya, perjuangan melawan kelaparan tampak lebih rumit, dan memerlukan pembentukan ikatan baru solidaritas.

Keprihatinan akan ekologi yang dilihat dalam hubungan dengan proses perkembangan dan khususnya persyaratan produksi, menuntut terutama bahwa dalam setiap upaya ekonomi ada penggunaan sumber daya yang rasional dan diperhitungkan. 

Semakin jelas bahwa penggunaan semena-mena potensi alam yang tersedia, yang merugikan sumber primer energi dan sumber daya serta lingkungan alam pada umumnya, membutuhkan tanggung jawab moral yang serius. 

Bukan hanya generasi sekarang, melainkan juga generasi mendatang akan terpengaruh tindakan-tindakan seperti itu. Kegiatan ekonomi membawa-serta tanggung jawab untuk menggunakan potensi alam secara masuk akal.

Tetapi hal itu juga berarti kewajiban berat untuk memperbaiki kerusakan yang telah ditimbulkan pada alam dan untuk mencegah setiap akibat negatif yang dapat timbul di kemudian hari. 

Dibutuhkan pengendalian yang lebih hati-hati mengenai kemungkinan akibatnya pada lingkungan alam dalam era kebangkitan industri, terutama sehubungan dengan sisa bahan beracun dan di wilayah yang diwarnai penggunaan eksesif bahan kimia dalam pertanian. 

Hubungan antara masalah perkembangan dan ekologi juga minta agar kegiatan ekonomi menganggarkan dan menerima biaya-biaya tindakan perlindungan lingkungan yang diminta masyarakat, baik lokal atau global, di mana kegiatan berlangsung. Biaya demikian itu tidak boleh diperhitungkan sebagai beban tambahan, melainkan sebagai unsur hakiki dari biaya sesungguhnya dalam kegiatan ekonomi.

Dewasa ini ada peningkatan kesadaran bahwa perdamaian dunia diancam tak hanya oleh perlombaan senjata, konflik regional dan ketidakadilan yang terus berlangsung di antara bangsa-bangsa dan negara-negara, melainkan juga oleh kurangnya rasa hormat sewajarnya terhadap alam, dengan merampok kekayaan alam dan dengan penurunan makin hebat dalam kualitas hidup. 

Citarasa ketidakpastian dan ketidakamanan yang ditimbulkan keadaan demikian itu merupakan ladang subur egoisme kolektif, ketidakpedulian terhadap orang lain dan ketidak-jujuran. Berhadapan dengan meluasnya kerusakan lingkungan, di mana-mana orang mulai mengerti bahwa kita tak dapat terus mempergunakan harta kekayaan bumi seperti di masa lampau. 

Publik pada umumnya dan politisi prihatin akan masalah ini, dan para pakar dari kalangan luas aneka ilmu mempelajari penyebabnya. Selain itu mulai timbul kesadaran baru ekologis yang, alih-alih diremehkan, harus dikembangkan menjadi program dan prakarsa konkret. 

Banyak nilai etis, yang mendasar bagi perkembangan masyarakat cinta damai, amat relevan untuk soal ekologis. Fakta bahwa banyak tantangan yang dihadapi dunia dewasa ini saling tergantung, meneguhkan perlunya pemecahan yang terkoordinasi dengan saksama berdasarkan pandangan dunia yang secara moral koheren. Bagi orang kristiani pandangan akan dunia demikian itu berdasarkan pada keyakinan religius yang digali dari Wahyu. 

Ditinjau Dari Segi Tanggung Jawab Manusia Sebagai Ciptaan Yang Serupa Dengan Allah;

Kata lingkungan sendiri berarti “apa yang mengelilingi”. Definisi ini menuntut adanya pusat yang dikelilingi lingkungan. Pusat itu ialah manusia, satu-satunya makhluk di dunia ini yang tak hanya mampu menyadari diri dan lingkungannya, tetapi dianugerahi akal budi untuk meneliti, kebijaksanaan untuk menggunakan, dan akhirnya bertanggung jawab atas pilihannya dan konsekuensi atas pilihan itu. 

Kesadaran unggul generasi dewasa ini untuk semua komponen lingkungan, dan upaya konsekuen merawat dan melindunginya, daripada melemahkan posisi sentral manusia, menggarisbawahi peran dan tanggung jawabnya. Demikian pula tak dapat dilupakan bahwa tujuan sejati setiap sistem ekonomi, sosial dan politik dan setiap model pengembangan merupakan kemajuan integral pribadi manusia. 

Dalam suatu buku suci yang amat dihargai oleh jutaan orang beriman, dinyatakan bahwa pada awal zaman Allah menciptakan alam semesta dengan segala aspeknya yang mengagumkan: langit, bumi, laut, dan akhirnya Ia menciptakan manusia sebagai raja kosmos itu dan mempercayakannya untuk dirawat.

Demikianlah kisah Kitab Kejadian. Pandangan Gereja Katolik dan terutama Takhta Suci, mengenai masalah-masalah yang diperdebatkan di sini, diilhami halaman-halaman Kitab Suci. Perkenankanlah saya sejenak mengingatkan halaman-halaman itu yang termasuk warisan umat manusia. 

Dikatakan bahwa kosmos yang diciptakan, dipercayakan oleh Allah kepada manusia, yang menduduki tempat sentral dalam dunia untuk diperintahnya dengan bijaksana dan tanggung jawab, dengan respek terhadap tatanan yang ditetapkan Allah dalam ciptaan-Nya (bdk.Yohanes Paulus II, Amanat kepada Akademi Kepausan untuk Ilmu Pengetahuan, 22 November 1991 no.6). Dalam terang keyakinan mendalam ini kita dapat membuat beberapa refleksi.

Inti hakiki ciptaan ialah menjadi anugerah Allah, anugerah bagi semua ciptaan. Dan Allah menghendakinya demikian. Maka berlakulah perintah Allah: melestarikan bumi sebagai anugerah dan berkat dan tidak mengubahnya menjadi sarana kekuasaan atau motif perpecahan. 

Hak dan kewajiban manusia menguasasi bumi menyangkut hal bahwa manusia diciptakan menurut citra Allah; semua orang –dan tak hanya beberapa– mengemban tanggung jawab atas ciptaan. 

Di Mesir dan Babilonia hak ini hanya menyangkut segelintir orang. Tetapi menurut Kitab Suci penguasaan ini milik umat manusia sedemikian rupa sehingga, dan karenanya semua manusia. 

Bahkan seluruh umat manusia harus mengemban tanggung jawab atas ciptaan. Manusia ditempatkan di taman, agar ia mengolahnya dan menjaganya (bdk. Kej. 2:15) dan menyediakan makan untuk dirinya dari buahnya. Di Mesir dan Babilonia pekerjaan merupakan keharusan yang keras, yang dibebankan pada manusia demi kesejahteraan dewa-dewa – yang sebenarnya dimaksudkan untuk kesejahteraan raja, pejabat, imam dan orang kaya. 

Sementara, dalam kisah Kitab Suci pekerjaan demi realisasi diri manusia. Bumi milik Allah dan Ia menganugerahkannya kepada semua anakNya. Pengembangan martabat manusia berkaitan dengan hak atas lingkungan yang sehat, karena hak ini menyoroti dinamika hubungan antara orang perorangan dan masyarakat. 

Badan norma internasional, regional dan nasional tentang lingkungan berangsur- angsur memberi bentuk yuridis kepadanya. Meskipun demikian tindakan hukum saja tidak cukup. Bahaya kerugian besar untuk bumi dan lautan, iklim, flora dan fauna menuntut perubahan mendalam pada gaya hidup khas peradaban modern, terutama di negara-negara kaya.

Bahaya selanjutnya –sekalipun itu kurang drastis– juga tak boleh diabaikan: orang miskin di daerah pedalaman bisa didorong oleh kebutuhan untuk memanfaatkan sedikit tanah yang mereka punyai secara berlebihan melampaui batas kewajaran. Maka dari itu, harus dimajukan pendidikan khusus untuk mengajarkan bagaimana memadukan pengolahan tanah dengan rasa hormat terhadap lingkungan. 

Masa kini dan masa depan dunia tergantung pada pemeliharaan ciptaan, karena ada interdependensi tanpa henti antara manusia dan lingkungan mereka. Menempatkan kesejahteraan manusia di pusat kepedulian terhadap lingkungan merupakan jalan paling aman untuk memelihara ciptaan; karena dengan itu kesadaran akan tanggung jawab setiap orang terhadap sumber daya alam serta pemanfaatannya yang bijaksana diperkuat.

Oleh; Okta Mone, Mahasiswa Fakultas Filsafat  Agama, Universitas Widya Mandira Kupang

Post a Comment for "Peranan Utama Manusia Terhadap Alam"