Kepala Sekolah Yang Harus Memulai, Setelah Itu Guru "Harus dan Mutlak" || Merdeka Belajar

 

Ket Foto: Dari Kanan Kepala Sekolah SMPN Sekon, TTU-NTT Adrianus Ua, S.Pd

Visi Merdeka Belajar. Merdeka (maharddhika Bahasa sanskerta yang berarti kaya, sejahtera dan kuat). Merdeka artinya bebas, atau tidak bergantung/independen.

Merdeka belajar adalah program kebijakan baru Kementrian Pendidkan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang digagas oleh Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan RI Kabinet Indonesia Maju Nadiem Arwar Makarim.

Esensi pokok dari merdeka belajar yaitu harus didahului oleh guru-guru sebelum diajarkan pada anak didik/siswa. Mottonya adalah " Merdeka Belajar, Guru Penggerak". Konsep merdeka belajar versi mas Nadiem sesungguhnya adalah terciptanya suasana belajar yang bahagia tanpa dibebani dengan pencapaiaan skor atau nilai tertentu.

Ada empat point penting kebijakan baru Kemdikbud RI, yaitu;

1. Ujian Nasional (UN) akan diganti dengan sistem penilaian Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei karakter.

2. Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) akan berikan kepada sekolah untuk sebebas-bebasnya menentukan model penilaian, seperti portofolio, karya tulis, penugasan ataupun bentuk lain yang relevan.

3. Penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Menurut Nadiem, RPP cukup dibuat satu halaman saja sehingga tidak memakan waktu, dan waktu guru yang begitu banyak bisa digunakan untuk membuat RPP yang difokuskan pada kegiatan belajar mengajar dan peningkatan kompetensi siswa. Ini Merupakan kado terindah bagi guru se-Indonesia karena guru diberikan kebebasan tapi terarah untuk berkreasi merancang RPP dan implementasinya dalam pembelajaran.

4. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi diperluas. Bagi siswa yang melalui jalur afirmasi dan prestasi diberikan kesempatan yang lebih banyak. Pemerintah daerah diberikan kewenangan secara teknis untuk menentukan daerah zonasi.

Pendidikan harus membuat para guru, siswa dan orang tua mendapatkan suasana yang bahagia. Pendidik harus fokus kepada anak didik. Melihat tumbuh kembang secara holistik dan melakukan inovasi dalam pembelajaran. Pendidik harus mampu hadirkan inovasi, tinggalkan cara lama dan pola lama.

Filosofi KI Hajar Dewantara " Seorang anak lahir diumpamakan sehelai kertas yang sudah ditulis penuh tapi semua tulisan itu suram.

Berikut ini adalah Pendidik dalam perspektif merdeka belajar yang diutarakan oleh Iwan Syahril (Dirjen Guru Dan Tenaga Kependidikan Kemdikbud RI) pada Selasa (15/9/2020);

1. Pendidik berkewajiban dan berkuasa menebalkan segala tulisan suram dan berisi baik agar nampak sebagai budi pekerti yang baik.

2. Pendidik harus memiliki kualitas yang baik dalam pembelajaran anak didik. Jika seorang anak didik diajarkan oleh pendidik yang memiliki kualitas tinggi dan lainnya kualitas rendah maka bisa membawa perbedaan hasil belajar anak didik yang signifikan.

3. Memandang anak dengan rasa hormat. Pendidik hanya bisa menuntun, tidak bisa merubah kodrat anak didik. Pendidik ibarat petani dan anak didik ibarat padi. Pendidik harus bisa menumbuhkan anak seperti padi yang terbaik.

4. Mendidik secara holistik. Pendidikan holistik adalah pendidikan budi pekerti. Bersatunya cipta-rasa-karsa-raga. Budi pekerti akan membawa pada kebijaksanaan yang baik. Jika sistem pendidikan tidak secara holistik maka akan menciptakan kelangkaan kebijaksanaan.

5. Mendidik Secara konstektual. Pendidikan harus disesuaikan dengan kodrat keadaan dan zamannya. Pendidik harus mampu melihat perubahan dan memanfaatkan teknologi. Fakta hari ini masih banyak yang masih gaptek (gagap teknologi) atau tidak bisa beradaptasi dengan kebaruan teknologi.

Banyak cara lama dan pola lama model belajar yang sampai saat ini masih dilakukan oleh kebanyakan pendidik seperti; mencatat materi pelajaran, menghafal teori dan materi pembelajaran dari awal sampai akhir, ceramah, dan lain sebagainya.

Pendidik tidak boleh lagi miskin inovasi. Pendidik harus mampu menjadi teladan, motivator dan pendorong merdeka belajar.

Namun pada kenyataannya banyak pendidik yang belum menerapkan gagasan konsep merdeka belajar sehingga pendidik masih terpola dengan pola lama dan belum inovatif dalam proses belajar mengajar.

Contoh yang sering terjadi dalam lembaga pendidikan misalnya; metode pembelajaran yang homogen yaitu dengan cara ceramah, model penilaiaan atau test yang sering dilakukan dengan metote essay test maka semua pendidik akan sama metode penilaianya, dan pendidik belum memanfaatkan potensi lokal pada wilayah masing-masing sebagai sumber kekuatan untuk berinovasi.

Jadi semuanya masih seragam. Tidak ada pembeda yang mencerminkan hasil inovatif dari pendidik.

Oleh karena itu para kepala sekolah diharuskan untuk memahami gagasan dan roh dari konsep merdeka belajar sehingga mampu memberi gambaran dan pencerahan yang baik bagi pendidik dalam hal ini guru mata pelajaran.

Pendidik diharapkan mampu mengerti dan menerapkan konsep merdeka belajar dalam proses pendidikan di sekolah. Pendidik sesungguhnya belum merdeka. 

Narasi merdeka belajar belum dilaksanakan sepenuhnya oleh kebanyakan pendidik di Indonesia karena konsep merdeka belajar erat kaitannya dengan kreatifitas dan inovatif yang kemudian akan menghasilkan anak didik yang produktif dalam berkarya.

Pendidik dan anak didik tidak lagi harus mengejar nilai atau angka dari setiap mata pelajaran untuk memenuhi standar ketuntasan minimal tetapi lebih dari itu pendidik dan anak didik harus satu visi dan misi untuk berkarya, kreatif dan inovatif. 

Persoalan merdeka belajar artinya guru harus bebas belajar dan mengajar tanpa interfensi dari pihak manapun tetapi tetap dikontrol oleh kepala sekolah agar tidak keluar dari rel atau regulasi pendidikan. 

Jadi kalau guru ingin melaksanakan konsep merdeka belajar yang sesungguhnya maka Kepala Sekolah harus memahami gagasan merdeka belajar yang disampaikan oleh Mendikbud, dan Kepala Sekolah bertugas untuk mengawasi guru-gurunya dalam proses pembelajaran erat kaitanya dengan konsep merdeka belajar. 

Kunci suksesnya ada pada pimpinan atau Kepala Sekolah. Kepala Sekolah harus benar-benar memahami gagasan merdeka belajar sehingga memberikan pemahaman yang benar kepada guru-gurunya untuk diimplementasikan dalam tugas pokoknya. Mengapa harus Kepala Sekolah? Karena Kepala Sekolah adalah leader dan pengerak di sekolah.

Jadi Kalau Kepala Sekolah kurang paham konsep merdeka belajar maka guru-guru akan kebingungan. Bagaimana guru-guru akan berani mengimplementasikannya dalam proses belajar mengajar. Guru-guru tidak mungkin berjalan tanpa dorongan dari pimpinan dalam hal ini kepala sekolah. Ini tantangan buat pendidik di era milenial. 

Kepala Sekolah SMP Negeri Sekon, TTU Adrianus Ua, S.Pd kepada mimpiintt.com Jumat (2/10/2020) mengungkapkan bahwa gagasan merdeka belajar belum berjalan maksimal. Kita harus motori. Jangankan merdeka belajar, rumah belajar saja masih fakum. Kita butuh sinergi dan kekuatan. 

Mulai dari dalam diri Kepala Sekolah, Kepala sekolah yang harus memulai sebagai bentuk dorongan kepada semua guru atau elemen PTK, maka saya tak sungkan memulai dahulu, setelah itu guru harus dan mutlak, tambahnya.

Penulis: Thom Fallo

Post a Comment for "Kepala Sekolah Yang Harus Memulai, Setelah Itu Guru "Harus dan Mutlak" || Merdeka Belajar"