Sejarah "Batu Lansese" Di TTU-NTT

Ket Foto. Batu Lansese Di Desa Letneo, Insana Barat

Cerita Rakyat Fatu Lansese Di TTU.

Pada zaman dahulu di sebelah utara sebuah kampung, tepatnya di desa Letneo, kecamatan Insana Barat, kabupaten Timor Tengah Utara, ada sebuah batu yang penduduk setempat menyebutnya dengan nama “Fatu Lansese”.

Awal mulanya, tempat ini belum mempunyai nama, pada zaman penjajahan tempat ini dihuni oleh “Abi Asnatun” yang adalah musuh, saat itu salah satu suku bernama suku “Tethun”yang di sebut dengan “Meo Sapan” yang artinya “Pahlawan” namanya  “Tanu-Tafen” artinya menyerang dan menang, Ia datang dan menyerang Abi Asnatun. 

Tanu-Tafen menyerang dengan cara berperang mengelilingi gunung batu sebanyak tujuh kali dan berhasil mengusir Abi Asnatun keluar dari gunung batu itu. saat itu pula gunung batu itu dinamai dengan istilah “BIEKE-BINOBE-BISESE” yang artinya “MENANG”. Saat itu pula gunung batu tersebut di beri nama Fatu Lansese (Batu Lansese).

Fatu Lansese ini digunakan oleh penduduk sekitar untuk berlindung dan bersembunyi dari para musuh. Penduduk yang berlindung dalam gunung batu itu ada 8 suku antara lain suku Sali-Tefa, Bnao-Ta’one, Keba-Tethun, Nafa-Oebnaman yang disebut dengan “Mone Faon”. Selain berlindung Fatu Lansese ini dijadikan sebagai tempat tinggal dan tempat beraktifitas pada saat itu. 

Fatu Lansese ini memiliki banyak lubang yang berbentuk seperti gua, yang kedalamannya kurang lebih 20 meter. Dari beberapa lubang tersebut ada satu lubang yang kedalamannya sekitar kurang lebih 100 metter yang tidak dapat dijangkau umtuk dijadikan tempat berlindung. Lubang batu yang kedalaman 100 meter itu disebut dengan nama “ANES LEU” yang artinya terlalu dalam. 

Beberapa Lubang batu ini sangat gelap, sehingga penduduk menggunakan obor bambu sebagai penerang. Selain obor bambo penduduk juga menggunakan biji kusambi dan biji damar putih. 

Fatu Lansese ini terdapat beberapa barang peninggalan setelah zaman penjajahan. barang-barang peninggalan itu antara lain, Periuk yang terbuat dari tanah liat. Periuk ini karena termakan usian, maka periuknya sudah pecah tapi masih ada didalam batu itu. 

Setelah zaman penjajahan, penduduk sudah bebas dari penjajahan dalam hal ini sudah merdeka, Fatu lansese tidak digunakan sebagai tempat berlindung atau bersembunyi lagi.

Penduduk mulai membuat pemukiman di sekitar lereng gunung batu itu untuk dijadikan tempat tinggal dan bebas beraktifitas. 

Pada saat ini, Fatu Lansese di gunakan sebagai tempat Ritual adat untuk meminta kekuatan seperti : Meminta masa depan yang cerah, mengadakan ritual untuk meminta hujan, meminta keberhasilan di perantauan, menjauhkan segala penyakit atau musibah, dan lain-lain. 

Ritual ini hanya dilakukan oleh suku-suku tertentu saja, suku-suku tersebut adalah suku Sali-Tefa, Bnao-Ta’one, atau yang biasa lazim dikenal dengan sebutan “MONE HA” 

Nara sumber: Bapak Petrus Funan

Penulis: Delviana Sako

Share :