Kontrol Emosi Ketika Belajar Mengajar Karena Ada Siswa Yang Nakal
Kisah ini menggambarkan situasi nyata pendidikan hari ini, di daerah saya dan gambaran cerita ini membuat saya terus berpikir bagaimana cara ampuh untuk mengatasinya.
Inilah kisahnya dari sebagian kisah nyata lainnya.
Beberapa Waktu Lalu saya mengajar mata pelajaran Geografi Di sekolah saya Kelas XI IPS 2, Setelah saya absen, sebelum saya memulai proses belajar mengajar, ada dua siswa laki-laki yang saya anggap selalu mengganggu proses dalam mengikuti pelajaran alias suka ribut dan cerita di dalam kelas dan tugas-tugas yang saya berikan tidak pernah dikerjakan karena malas dan acuh tak acuh, maka panggilah siswa tersebut untuk berdiri di depan kelas saat saya mengajar sebegai bentuk pembinaan terhadap siswa tersebut.
Yang satu berdiri di sebelah kiri saya samping papan tulis dan yang satu nya berdiri di samping meja guru.
Saya kemudian asyik mengajar. Satu jam setelah saya asyik mengajar, tindakan tidak etis kemudian dilayangkan oleh seorang siswa yang berdiri di samping kiri saya, kebetulan saya posisi di tengah kelas di antara siswa-siswa dan membelakangi kedua siswa tersebut.
Anehnya siswa tersebut menggunakan batu kecil kemudian melempar temannya yang duduk berada pada kursi paling belakang bagian kiri. Saya pun tidak sadar dan tidak tahu. Kemudian siswa yang duduk paling belakang kiri lalu melempar lagi teman di sampingnya menggunakan batu kecil lalu batu tersebut dapat mengenai sepatu saya.
Saya tidak marah atau emosi, emosi saya kendalikan. Lalu saya panggil siswa tersebut dan sanksi yang diberikan kepada dua orang siswa tersebut saya berikan tugas makalah atau karya tulis.
Saya mulai mengontrol emosi saya terhadap anak didik yang nakal alias yang melakukan pelanggaran tata tertib belajar mengajar. Saya sudah sampaikan kepada semua siswa kalau sekarang kalian melanggar aturan maka kekerasan fisik dan psikis akan saya hindarkan dan abaikan. Berbeda dengan pengalaman kali lalu sewaktu awal mula pertama kali saya mulai bekerja sebagai pendidik atau guru yang tidak dapat mengontrol emosi sehingga kekerasan fisik dan psikis pun dilayangkan untuk peserta didik.
Tiga tahun saya mendidik dan mengajar banyak hikmah yang saya dapat, refleksi panjang melahikan pemikiran baru kalau saya harus mendidik dengan hati.
Pengalaman kedua saya adalah ketika Saya mengajar mata pelajaran biologi di Kelas X IIS. Setelah saya melakukan absen, ada siswa yang tidak hadir. Siswa yang tidak hadir tersebut adalah siswa yang ketika saya belum masuk kelas saya sempat panggil siswa tersebut karena tidak sisip baju alias tidak rapi dalam lingkungan sekolah.
Saat saya sementara asyik mengajar, siswa yang tidak hadir tersebut melewati depan kelas dan seharusnya siswa tersebut harus masuk kelas karena ada kegiatan belajar mengajar. Tetapi anehnya siswa tersebut berjalan terus melewati depan kelas saja, dan yang saya ketahui siswa tersebut seharusnya mengikuti pelajaran, tetapi siswa tersebut tidak masuk kelas, malah berani melewati depan kelas saja.
Saya kemudian menyuruh salah satu temannya untuk memanggilnya untuk masuk ke kelas agar dapat mengikuti pelajaran, tapi dia tidak mau masuk dan pergi entah kemana.
Pengalaman ketiga juga di kelas yang sama X IIS, saat pelajaran berlangsung, saya menemukan siswa yang menulis di tangannya alias tato palsu menggunakan alat tulis. Ukurannya sangat besar karena dari jarak yang jauh pun saya melihat tulisan tersebut dengan jelas.
Saya kemudian memanggil siswa tersebut, dan menyuruhnya untuk pergi mencuci tangannya agar bersih, tetapi anehnya saat siswa tersebut hendak keluar dari kelas, dia berkata menggunakan bahasa daerah yang artinya saya tidak kembali lagi.
Kalimat yang dilontarkan oleh siswa tersebut saya tidak meresponnya, saya tetap tenang dan melanjutkan pelajaran. Benar dia tidak kembali lagi untuk mengikuti pelajaran sampai lonceng berbunyi tanda pergantian jam pelajaran.
Ada banyak fakta-fakta atau kisah pelanggaran tata tertib siswa yang jelas secara sadar dan tahu bahwa itu adalah benar-benar melanggar tapi sengaja dilakukan.
Bahkan ada yang sudah mendapat sanksi yaitu membuat karya tulis berupa makalah dan opini tetapi juga masih berani melakukannya berulang kali. Teguran dan pembinaan dilayangkan setiap kali namun tidak diindahkan.
Progres respon siswa mulai membaik dengan diberlakukannya sanksi-sanksi mendidik, tetapi ada beberapa siswa yang masih melakukannya secara sadar.
Bagi saya ini tantangan memanage karakter siswa, memanage emosional saya sebagai pendidik agar terhindar dari kekerasan fisik dan kekerasan psikis.
Mendidik dengan hati, mendidik dengan gebrakan positif menjadi tanggung jawab pendidik dan keluarga serta peran serta lingkungan masyarakat. Pendidik merupakan manusia yang tentunya punya batas kesabaran dan emosional tapi perlu dikelola secara profesional. Ini adalah tantangan besar bagi pendidik hari ini.
Menyimak ungkapan The Founding Father Bung Karno " Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri. Benar lebih sulit melawan bangsa sendiri, melawan anak-anak kita, keluarga kita, sahabat kita dalam sebuah sistem untuk pencapaian Negara Indonesia Yang Berkualitas dan Berdaya Saing.
Saya terus merefleksi situasi ini, berpikir sampai stres, berpikir sampai kepala sakit. Bagaimana upaya agar menyadarkan peserta didik agar keluar dari lingkaran setan, sehingga mereka mampu mempersiapkan diri sejak dini, mempersiapkan kemampuan diri baik itu sikap, keterampilan dan pengetahuan menjemput ekonomi digital secara global.
Menyimak juga apa yang di paparkan oleh profesor Rhenald Kasali dari Universitas Indonesia bahwa anak sekolah saat tidak harus pintar di sekolah saja tetapi kalau bisa anak itu harus pintar di sekolah dan pintar dalam kehidupan adalah berkah.
Akhir-akhir ini dihebohkan dengan kejadian dalam dunia pendidkan tentang adanya kasus kekerasan yang dilakukan oleh guru terhadap siswa, siswa terhadap guru dan kekerasan orang tua terhadap guru. Fakta-fakta ini menunjukan bahwa masih rendah sinergisitas yang profesinal antara siswa, pendidik dan orang tua untuk mendukung pendidikan karakter yang berkualitas agar memproduksi generasi yang berdaya saing di era milenial.
Penulis :Thomas Fallo
Post a Comment for "Kontrol Emosi Ketika Belajar Mengajar Karena Ada Siswa Yang Nakal"